Jumat kemarin tepatnya tanggal 10 Agustus 2018, sekolah saya mengundang seorang putri cantik berusia kurang lebih 11 tahun. Namanya Tasya. Tasya merupakan anak Indonesia yang pernah belajar di United Kingdom (UK) Inggris sejak kelas 1 Sekolah Dasar. Beberapa tahun bersekolah di sana maka komunikasi yang Tasya gunakan juga bahasa Inggris. Hingga akhirnya Tasya sekarang duduk di kelas 4 SD dan kembali ke Indonesia berhubung orang tua Tasya tidak bertugas di Inggris lagi.

Sharing sore itu menurut saya sangat menarik. Meskipun ada beberapa kosakata bahasa Inggris saya kurang paham tapi arah pembicaraan, insha Allah pahamlah.

Tasya didampingi oleh orang tuanya yang keduanya sangat fasih berbahasa Inggris. Adapun komunikasi kami saat itu adalah mengenai sistem pendidikan yang diterapkan di Inggris. Jadi, pada dasarnya pola pendidikan di sekolah UK menerapkan literasi pada peserta didik. Artinya anak-anak memang diarahkan membaca buku. Setiap anak akan mendapat level baca buku yang berbeda. Sebelum siswa masuk ke kelas masing-masing maka anak-anak akan diarahkan ke perpustakaan untuk menemukan bacaan yang mereka sukai. Begitu juga sebelum pulang diarahkan ke perpustakaan juga.

Ada beberapa cara guru merangsang minat belajar atau baca siswa seperti memulai pembelajaran dengan bercerita, bernyanyi, menggambar, berdiskusi, dll. Dari apersepsi inilah nantinya akan memicu ketertarikan siswa menemukan permasalahan serta solusi yang diberikan guru di awal.

Motivasi yang paling mengena menurut saya adalah saat sang mama mengatakan bahwa guru mengajarkan siswa untuk mencintai pelajaran yang diajarkan. Jadi bukan hanya bertujuan mencari nilai benar atau salah. Namun, bagaimana merangsang ide-ide dari pikiran anak, berkomunikasi menanyakan pendapat dan opini mereka.